Sarekat Demokrasi Indonesia: Peringati Diesnatalis Ke-2 dan Gelar Simposium Demokrasi Untuk Siapa ?

Dikutip dari TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG – Sarekat Demokrasi Indonesia (SDI) gelar simposium bertajuk ‘demokrasi untuk siapa?’.

Kegiatan tersebut merayakan dies natalies kedua SDI, di Karawang, kemarin, dengan dihadiri 500 peserta dan tersiarkan melalui youtube missunderstanding.

Sejumlah tokoh, seperti akademisi, politisi, hingga pengamat politik nasional turut hadir. Seperti Rocky Gerung, Titi Anggraini (Perludem), Cellice Nurrachadiana (Bupati Karawang), Saan Mustopa (DPR RI), Puteri Komarudin (DPR RI), dan Roby Sugara (akademisi UIN Jakarta) turut serta dalam kegiatan itu.

Simposium ini sekaligus menyambut pemilu 2024 dan keadilan kesempatan bagi para politisi perempuan.

Aktivis Perludem, Titi Anggraini, menyebut, tercatat ada 50,8 persen pemilih berusia muda di 2024, meski ada masalah kompleksitas teknis dan integritas pada saat yang bersamaan.

Menurutnya, Indonesia menjadi negara ketiga di Asia dari 17 negara yang diakui oleh Global Corruption Barometer yang paling terpapar politik uang dan jual beli suara.

Sekretaris SDI, Salsabila Syaira, mengaku heran karena sedikitnya ruang diskusi yang cawe-cawe pada isu sistem pemilu 2024 yang masih belum ditetapkan.

“Saya melengkapi senior, mbak Titi, bayangkan tingginya harga lembar rekomendasi dan nomor urut dari parpol untuk politisi perempuan. Jika PKPU No 10 pasal 8 ayat 2 tidak direvisi, seperti tuntutan rekan-rekan civil society, pemilu 2024 akan diingat sebagai kompetisi demokrasi yang didesain memang tidak mengundang perempuan-perempuan. Sudah pasti akan turun jumlah legislator perempuan di pusat hingga daerah tingkat II-III. Sudah jatuh ketimpa tangga, itulah tepatnya situasi politisi perempuan jelang pemilu 2024, jika benar sistem pemilihan tertutup,” katanya.

Cellica pun ikut berkomentar. Selama 15 tahun memimpin Karawang, dia menjelaskan keberhasilannya dalam berpolitik disebabkan mentoring dan kepercayaan dari seniornya, yakni Saan Mustopa.

Menurutnya, bila basis kompetisi politik adalah kapasitas seseorang dan saling mendukung, maka dia yakin bisa maju bersama dengan tidak peduli perempuan atau laki-laki.

Di sisi lain, Rocky Gerung mengungkapkan demokrasi adalah rahim perempuan, karena hanya pada rahim perempuan ada kesetaraan dan kejujuran.

“Sejak awal perempuan paham soal keadilan karena waktu dia hamil, dia berbagi psikologis dan nutrisi dengan bayinya, jadi jangan ajari perempuan soal keadilan, merekalah sumber keadilan. Di dalam teori demokrasi kami sebut itu ethic of care, sedangkan pada laki-laki yang berlaku adalah ethics of right,” katanya.

Sarekat Demokrasi Indonesia dalam momen ini terus berkomitmen menghadirkan diskursus kritis di ruang publik yang mana hasil simposium nasional tersebut akan menghasilkan artikel-artikel demokrasi sebagai buku saku digital menjelang pemilu 2024.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Chat
Kirim Via Whatsapp